Share |
Entahlah, sujud yang kita lakukan setiap hari seakan-akan hilang lenyap ditelan bumi, seiring terbenamnya sang mentari, kegelapan itu seolah-olah menutupi setiap relung hati dan jiwa serta pikiran umat-Nya yang tiada bosan bertaubat untuk kemenangan Dharma/Kebenaran yang sejati.
Menapaki akhir tahun 2010 ini, semakin banyak saja kerusuhan yang kian menjadi-jadi diberbagai belahan Tanah Air kita tercinta Indonesia ini. Aneh, tampaknya akan menjadi PR yang rumit bagi pemimpin Bangsa kita disaat peningkatan prestasi setiap insan pemimpin didalamnya, godaan demi godaan semakin menerjang bagai Tsunami dan angin topan yang tiada kan kita pernah tahu kapan berakhir. Rusuh, biasanya dilakukan oleh binatang kecil mungil yang sebagian orang geli melihatnya, iyalah Tikus, ada yang putih dan ada pula yang coklat kehitaman. Biasanya Tikus akan rusuh jika iya dikejar-kejar oleh lawannya, yaitu Kucing. Sastra jadi teringat tentang rantai makanan pada pelajaran Biologi di SMP Negeri 13 tahun yang lalu. Jadi terbesit dalam hati, bahwa kerusuhan yang terjadi diberbagai belahan Indonesia tercinta adalah suatu proses perguliran rantai makanan oleh alam yang sedang terjadi. Betapa tidak? Bulan Suci Ramadhan baru saja usai, dengan kembali ke Idul Fitri saudara-saudara kita di ranah muslim sana, malah berakhir dengan bentrok antar kelompok, membesar menjadi antar etnis/golongan dan antar warga. Awalnya, hampir saja antar negara tetangga kita bentrok, walau perang dingin tetap saja terjadi, tanpa bisa kita pungkiri lagi.
99 Photography Bali |
Pulau Bali dan warga masyarakatnya yang religius, senantiasa mengembalikan semua unsur alam kepada fitrah-Nya, kepada asal dimana tempatnya bermuasal. Dengan keteguhan hati, para warga Bali yang rekat dikenal sameton Bali selama lebih dari 20 abad silam, saat jaman batu, sudah mengenal akan persembahan kepada Alam, penyatuan diri mereka kepada Alam dan Tuhannya dengan mewujudkan kerjasama, gotong royong, bhakti kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan. Berbagai macam cara yang telah dapat dibuktikan dengan ditemukannya artefak-artefak yang dapat dengan mudah kita temukan di Museum Arkeologi di Desa Bedulu, utaranya Pura Goa Gajah, di selatannya Pura Penataran Sasih, Desa Pejeng, Gianyar, Bali tercinta. Disana dapat kita lihat bahwa, pada jaman batu tersebut, warga Pulau Dewata, Bali, sudah dapat membuat ukiran wujud wajah manusia ataupun wajah-wajah para Dewa-Dewi beserta para raja-raja atau patihnya yang konon sangat Sakti dan Kuasa saat itu. Benar, dimulai pada abad 8 SM., hingga jaman kerajaan pada abad 11 Masehi, bahkan hingga zaman reformasi millenium saat ini abad 21 M., masih tetap dilestarikan oleh warga Bali dengan ketulus-ikhlasan yang luar biasa tangguh.
Dengan ini, apakah layak segala hal tentang emosi sesaat, nafsu untuk mendapat ke-Aku-an itu, diperjuangkan dengan kerusuhan yang hanya menelan banyak kerugian, korban jiwa dan segalanya ? Sastra rasa, kita perlu re-trospeksi diri, in-tropspeksi lebih dalam tentang keagungan sifat-sifat leluhur, yang walau kolot dan kuno, namun terbukti ampuh menjaga tatanan kedaulatan Bangsa kala itu, jaman yang tidak ada teknologi seperti saat ini.
MERDEKA !